• December 11, 2023

Mengapa Liga Prancis Kini Terlempar dari Lima Liga Top Eropa?

Selama ini Ligue 1 hanya dicap sebagai liga petani oleh kebanyakan orang. Tak dipungkiri sejak dibeli oleh Qatar, hanya PSG yang sering mendominasi liga ini. Selama ini Ligue 1 hanya mengandalkan popularitas PSG di kancah Eropa. Tim yang bertabur bintang itu dimanfaatkan Ligue 1 untuk mendulang poin koefesien liganya. Namun apa jadinya kalau PSG terseok-seok di Eropa?

Liga Prancis Dalam Koefisien UEFA

Sejak tahun 2004, Ligue 1 ini sebenarnya telah mencapai posisi koefisien liga tertinggi mereka, yakni peringkat 4. Hal itu dikarenakan wakilnya, AS Monaco mencapai final Liga Champions 2003/04.

Sempat lama menghuni peringkat lima besar di koefisien UEFA, di tahun 2012 mereka juga ternyata pernah terlempar dari ranking lima besar. Mereka dilangkahi oleh Liga Portugal, yang naik berkat All Portugal Final Porto vs Braga di Europa League musim 2010/11.

Namun tak butuh lama bagi Ligue 1 untuk bangkit. Ya, hal itu berkat PSG. Klub yang menggebrak dengan fulus Qatar. Maka dari itu, sejak musim 2016/17 Ligue 1 kembali masuk di lima besar koefisien UEFA. Penyebabnya tiada lain karena PSG beberapa musim beruntun mampu masuk perempat final Liga Champions.

Meski begitu, peringkat Ligue 1 tetap stagnan di posisi 5. Meski PSG mereka masuk final Liga Champions musim 2019/20, mereka tetap tak dapat melangkahi Jerman, yang diwakili Munchen yang notabene sebagai juara di musim itu.

2023/24 Tergeser Dari Lima Besar

Sudah bertahan lama di posisi ke-5, bukannya naik, eh malah mereka kembali turun. Ya, awal Juli 2023 UEFA telah mengeluarkan data terbaru mengenai poin koefisien di beberapa Liga top Eropa.

Hasilnya ada yang berubah, termasuk Ligue 1 yang kini turun menempati peringkat ke-6 dengan total poin 51.914. Tentu hasil itu dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama dari segi hasil yang dialami para wakil Ligue 1 di kompetisi Eropa.

Contohnya saja PSG, klub yang selama ini diandal-andalkan Ligue 1. PSG malah melempem di dua musim terakhir, karena hanya sampai babak 16 besar. Sementara itu Marseille juga malah jadi juru kunci di babak grup Liga Champions musim lalu.

Tak hanya itu, wakilnya yang lain di Europa League pun juga sama. Wakil Ligue 1 macam AS Monaco, Rennes dan juga Nantes, harus puas kandas di babak 32 besar. Hanya Nice, yang memiliki pencapaian Eropa yang agak bagusan dikit. Mereka lolos hingga babak perempat final UEFA Conference League, akan tetapi harus kandas oleh Basel.

Wakil Liga Belanda di Kompetisi Eropa

Melempemnya para kontestan Ligue 1 tersebut, kemudian dimanfaatkan oleh wakil dari Eredivisie. Ya, Eredivisie kini menggeser singgasana posisi ke-5 dari tangan Ligue 1 dengan poin 52.100.

Kalau dilihat dari kualitas para pemain yang berlaga di tim Eredivisie, memang tak semewah apa yang dimiliki PSG. Skuad Ajax, PSV, Feyenoord, maupun AZ Alkmaar cenderung merata sehingga menjadi kekuatan tersendiri. Beberapa di antaranya juga konsisten silih berganti tampil apik mewakili Eredivisie di kompetisi Eropa.

Contohnya AZ Alkmaar, yang musim lalu baru saja tembus hingga babak semifinal UEFA Conference League. Di Europa League juga ada PSV dan Feyenoord. Khusus Feyenoord, mereka musim lalu juga bisa tembus hingga babak perempat final. Dan jangan lupa juga di musim 2021/22, Feyenoord mampu melangkah hingga babak final UEFA Conference League.

Klub Yang Tak Konsisten

Dikudetanya Ligue 1 oleh Eredivisie tentu ada sebab. Salah satunya adalah performa para klub Ligue 1 yang tak konsisten. Hampir tidak ada tim kecuali PSG, yang rutin berturut-turut lolos ke kompetisi Eropa, baik itu UCL, UEL, maupun UECL.

Di musim ini, akan ada Lens yang akan bermain di Liga Champions dan Toulouse yang akan bermain di Liga Eropa. Kedua tim tersebut merupakan tim ke-12 dan ke-13 dari Liga Prancis yang akan bermain di kompetisi Eropa sejak musim 2018/19.

Artinya, wakil Prancis di kompetisi Eropa tidak menentu. Hal itu sekaligus menunjukkan sebenarnya Ligue 1 sangat kompetitif. Meski di lain sisi juga memperlihatkan bahwa tim-tim Ligue 1 tidak konsisten setiap musimnya.

Para Pemain Prancis Yang Hengkang Dari Ligue 1

Selain tidak konsisten kualitas para pemainnya pun kurang. Banyak talenta terbaik dari Prancis memilih hijrah dari Ligue 1. Mereka memilih melanjutkan karir di liga-liga terbaik, yang juga membayarnya dengan harga terbaik.

Tak dipungkiri klub terkaya di Ligue 1 yang mampu membayar pemain bertalenta dengan harga tinggi hanyalah PSG. Itu pun terkadang pemain pilihan saja. Maka dari itu, lihat saja minimnya pemain lokal Prancis di PSG. Mungkin sekarang hanya ada Mbappe, Mukiele, maupun Eketike.

Lyon yang sempat berjaya di 2000-an awal kini hanya meratapi nasib sebagai tim yang punya banyak masalah keuangan. Apalagi Marseille yang hanya doyan menampung para pemain buangan dari liga lain. Selebihnya, hanyalah klub yang sebatas penghasil talenta yang cepat atau lambat akan dijajakan ke liga lain.

Timnas Prancis Minim Pemain Dari Ligue 1

Melihat fenomena tersebut, akan berkorelasi dengan minimnya pemain dari Ligue 1 yang berkontribusi bagi timnas. Lihat saja komposisi skuad besutan Didier Deschamps sekarang ini?

Faktanya hanya lima orang yang merumput di Ligue 1. Yang selalu jadi starter, itupun cuma Mbappe. Selebihnya pemain seperti kiper Brice Samba dari Lens, Jordan Veretout dari Marseille, maupun Axel Disasi dan Youssouf Fofana dari Monaco, hanya sebatan pelapis saja. Caps-nya pun tak sebanyak Mbappe.

Hanya 3 Klub Di 50 Besar UEFA

Yang lebih parah lagi, kalau dilihat dari segi koefisien klubnya, Ligue 1 juga salah satu yang terburuk. Bayangkan, dari 50 besar klub dengan poin koefisien terbanyak menurut UEFA, hanya PSG, Lyon, dan Rennes klub Ligue 1 yang masuk di dalamnya.

Rankingnya pun tak bagus-bagus amat. PSG di posisi 6, Lyon di posisi 26, dan Rennes di posisi 39. Kalau dibanding perwakilan dari Eredivisie atau Liga Super Portugal, Ligue 1 masih kalah. Karena dua liga tersebut menempatkan empat wakilnya dalam ranking 50 besar UEFA.

Apa Dampaknya?

Lalu apa dampaknya sih dari fenomena merosotnya Ligue 1 dari koefisien UEFA ini? FYI aja, perhitungan ini hasilnya diambil dari jumlah poin yang dihasilkan oleh tiap wakil dari liga di suatu negara ketika berlaga di kompetisi Eropa. Perolehan poin itu dihitung oleh UEFA per tahunnya.

Hasil koefisien tersebut juga berguna bagi UEFA dalam menentukan pot dalam undian di berbagai kompetisi. Selain itu, dalam menentukan jumlah klub atau slot Eropa dari suatu liga juga berdasarkan dari koefisien tersebut.

Untungnya, ketika Ligue 1 terlempar dari lima besar koefisien, mereka masih mendapat jatah tiga slot di Liga Champions. Karena pada dasarnya peringkat lima dan enam koefisien UEFA, masih mendapat jatah tiga slot. Hanya saja satu tim harus melewati babak kualifikasi dulu.

Beda dengan peringkat ke-7 sampai ke-10 yang hanya mendapat jatah dua slot dengan satu di antaranya ikut kualifikasi terlebih dahulu. Namun kalau tak berbenah, bisa-bisa suatu saat nanti Ligue 1 hanya punya jatah dua wakil saja di Liga Champions.

Sumber Referensi : uefa, transfermarkt, footballcoeffecients, news18, forbes, sportslens

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *